Jumat, 30 Mei 2014

Biografi Singkat Abukosim Djayadiningrat



Biografi Singkat :
Kapten  (Purn) TNI – AD Abukosim Djayadiningrat
Dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Abukosim Djayadingrat, dilahirkan di desa Gunung Batu Kecamatan Cempaka OKUT pada tanggal 27 April 1927, Abukosim salah satu pejuang kemerdekaan bangsa ini. Ketika pasukan Belanda memulai aksi brutalnya, Abukosim berani mempertaruhkan dirinya dalam mempertahankan kedaulatan negara. Perang demi perang Ia lalui,  mulai perang 5 hari 5 malam di Palembang, Perang Kemerdekaan I dan Perang Kemerdekaan II, sampai pengalaman yang mencekam selama bergrilya bersama pasukan resimen 44 dan batalyon “X” Subkoss.


Menjadi Prajurit Gyugun
 
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia,  Abukosim mendaftarkan diri sebagai prajurit Gyugun. Sekalipun hanya bermodalkan lulusan setingkat SMP dan percaya diri Ia dinyatakan lulus seleksi, dan mengikuti berbagai latihan militer yang dilatih oleh tentara militer Jepang,   mulai dari latihan dasar baris berbaris sampai latihan teknik tempur. Berlatih   dengan penuh disiplin, ketahanan fisik diuji, mental dibina agar tetap menjadi prajurit yang tangguh dan siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
Abukosim Djayadiningrat mengikuti latihan kemeliteran selama dua bulan di talang betutu dan latihan lanjutan selama tiga bulan di Karang Endah Prabumuli, setelah selesai mengikuti latihan kemudian diumumkan hasil penilai dan sekaligus ditetapkan masing-masing pangkat.  Nama nama yang diumumkan menerima pangkat pada saat  itu adalah :
1.      Wahab Uzir merima pangkat Sui (Letnan dua),
2.      Zainal Abidin Ning pangkat Sui (Letnan dua),  
3.      Rd. Umar Pangkat Pembantu Letnan (Juik)
4.      Effendi pangkat Soco (Sersan Mayor),
5.      Sidik Umar pangkat Soco (Sersan Mayor),
6.      H.Yuni pangkat Soco (sersan Mayor),
7.      Akip Najuni, Bustomi  dan Abukosim menerima pangkat Gunso (sersan). 

 
(Abukosim Djayadiningrat (berdiri) sedang latihan di lapangan Talang Betutu Palembang.

Masa pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung 3,5 tahun.  Mengawali tahun 1945 kejayaan Jepang mulai goyah, apalagi beberapa negara seperti Amerika, Inggris tak henti-hentinya mengancam dan meminta Jepang segera angkat kaki dari Bumi Asia Timur. Tetapi Jepang tidak memperdulikan ancaman tersebut,  tentu saja  Amerika dan pasukan sekutunya marah besar. Dan terjadilah pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika dan sekutunya menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima, kemudian disusul pada tanggal 9 Agustus 1945  jatuhya bom atom di kota Nagasaki.
Pemerintah Jepang terpukul dengan peristiwa itu, kekuatan militer Jepang yang disegani oleh negara-negara dunia sepertinya tak berguna, sebab serangan bom atom ternyata lebih dasyat dari serangan pasukan militer Jepang. Berapa ratus ribu korban berjatuhan, berapa kerugian yang di derita bangsa Jepang oleh peristiwa itu. Sepertinya Jepang tak ada pilihan lain,  selain  menyatakan menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu. 
Setelah Jepang meyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, secara hukum Jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia. Dan Indonesia berada dalam kondisi tidak ada pemerintah  berkuasa, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama rakyat Indonesia Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia  bertempat di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat. Sejak dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta,  sikap tentara Jepang   masih saja seperti biasanya, bahkan mencoba menutup-nutupinya, tetapi rakyat Indonesia sebagian sudah mendengar lewat siaran radio tentang dikumandangkannya kemerdekaan Indonsia. Sementara prajurit Gyugun yang tinggal di asrama talang Betutu sama sekali belum mendapatkan kabar bahwa Proklamasi sudah dikumandangkan, tetapi keesok harinya, tanpa diduga sebelumnya, semua prajurit Gyugun yang ada di asrama mendadak    diperintahkan tentara Jepang berkumpul, lalu semua disuruh naik mobil truk, dan dibawalah menuju ke arah masjid Agung. Setelah sampai  semuanya dikumpulkan, saat itu juga diberitau bahwa  mulai saat itu prajurit Gyugun dibubarkan.  Dan semuanya diperintahkan pulang kembali ke rumah masing-masing. Setelah itu, tentara Jepang tersebut bergegas meninggalkan semua prajurit Gyugun, tanpa menjelaskan alasan mengapa Gyugun dibubarkan.  
Dan tanpa kami duga sebelumnya, semua prajurit Gyugun yang ada di  tiba-tiba diperintahkan tentara Jepang berkumpul, lalu semua disuruh naik mobil truk, dan dibawalah menuju ke arah masjid Agung. Setelah sampai  semuanya dikumpulkan, saat itu juga diberitau bahwa  mulai saat itu prajurit Gyugun dinyatakan dibubarkan. Dan semuanya diperintahkan pulang ke rumah masing-masing. Lalu tentara Jepang tersebut bergegas meninggalkan semua prajurit Gyugun, tanpa menjelaskan alasan mengapa Gyugun dibubarkan. 
Setelah Gyugun dinyatakan dibubarkan, Abukosim dan kawan-kawan duduk dipinggir jalan membelakangi mesjid Agung, serentak kaget melihat beberapa rombongan pemuda-pemudi berjalan sambil terdengar bersorak-sorak penuh gembira, dan sekali-sekali mereka serentak berteriak-teriak,
 “ Meedekaa ...! “
 “ Hidup Indonesiaaaaaa....!.”.
 Rombangan pemuda-pemudi yang berjalan sambil berteriak penuh gembira dan   berhenti disimpang empat jalan dekat Mesjid Agung,  sehingga membuat suasana disekitar tempat itu jadi bertambah ramai dan riuh, satu persatu penghuni rumah disekitar mesjid agung keluar. Tanpa buang waktu Abukosim bertanya dengan salah satu rombongan itu,  kebetulan belaiu adalah Pak Nungcik, guru bahasa Inggris dan salah seorang pemuda yang  namanya sudah tak asing lagi di kota Palembang. Dari keterangan Pak Nungcik bahwa Indonesia sudah merdeka. Mendengar jawaban itu, Abukosim setengah kaget tetapi Ia langsung mencoba mencari tau dengan orang  lain, setelah mendapat keterangan  yang jelas akhirnya Abukosim dan kawan-kawannya bersalaman  segera turut bergabung dengan rombangan Pak Nuncik.  
Beberapa minggu kemudian Abukosim dan kawan-kawannya bekas prajurit Gyugun ikut bergabung di organisasi barisan Badan Keamana Rakyat atau disingkat BKR, yang dibentuk  tak lain untuk melakukan tugas-tugas sosial.  Tetapi bergabung di BKR tidak begitu lama, karena BKR dirubah menjadi Tentara Keamana Rakyat atau disingkat TKR. 

Menjadi Tentara Keamana Rakyat (TKR)
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dibentuklah tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamana Rakyat. Pembentukan TKR tak lain  melengkapi persyaratan berdirinya suatu negara.  Sebab tiap negara yang ingin  sebagai negara dalam arti kata yang sesungguhnya harus memiliki tentara demi ketertiban dan keamanan negara itu sendiri. 
Abukosim Djayadiningrat telah melewati perjalanan panjang di dalam karir militernya, dan Ia resmi menjadi anggota TKR ( kini TNI ) pada tanggal 5 Oktober 1945 dan   dimulai pangkat Sersan Mayor. Pangkat Sersan Mayor diberikan kepada Abukosim berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman menjadi prajurit Gyugun.

Setelah terbentuknya TKR lalu lahirlah Divisi Polisi Tentara, dibentuknya Divisi Polisi Tentara dikarenakan  belum tersedianya peraturan hukum yang mengaendalikan para anggota Tentara Keamana Rakyat dan laskar bersenjata di tanah air.  Selain itu para pejuang bersenjata dalam tugsnya tidak mengenal ikatan komando pusat, sehingga pengaturan kelompok-kelompok pejuang bersenjata tersebut menjadi sukar diatur. Oleh karena itu,  pimpinan tertinggi TKR, memerintahkan agar tiap-tiap daerah dibentuk Polisi Tentara yang bertugas menyelidiki, mengusut perkara-perkara dimuka pengadilan Tentara. Divisi Polisi Tentara secara resmi dibentuk Pada tanggal 8 Desember 1945 yang diberi nama Divisi gajah Mada, dan tanggal 8 Desember inilah setiap tahun dijadikan sebagai HUT Polisi Militer.  
Dengan terbentuknya Polisi Tentara, dua bulan setelah bertugas di kesatuan TKR Abukosim dipindah-tugaskan oleh Kolonel Hasan Kasim ke Divisi Polisi Tentara, dan di tetapkan sebagaai komandan seksi. Sementara yang bertanggung jawab dengan tugas sehari hari adalah Lettu R. Winarto, beliau merupakan komandan Polisi Tentara Resimen I Divisi II.  Sejak di tugaskan di divisi Polisi Tentara, perintah tugas pertama yang dilaksanakan  Abukosim adalah tugas Penegakan disiplin bagi TKR dan laskar pejuang bersenjata,  sesuai laporan adanya berita sering terjadinya penyalahan-guna senjata oleh para pemuda pejuang bersenjata, dan terjadinya perampokan, pencurian di beberapa tempat bahkan terjadinya pemerkosaan.  Salah satunya yang terjadi di daerah Pendopo. Berita tersebut sampai juga ke telinga Dr. A.K Gani.  Maka Komandan Polisi Tentara Resimen I Divisi II Lettu R. Winarto menugaskan Abukosim dengan kekuatan 16 anggota Polisi Tentara berangkat ke daerah Pendopo, tiba di Pendopo Abukosim dan anggotanya mendapat bantuan dari anggota TKR dari Pendopo yang dipimpin langsung oleh Letda Santoso, langsung bergerak melakukan pencarian dan pengamanan di beberapa tempat. Selain di Pendopo, pencarian dan pengamanan juga di daerah Talang Ubi, Tebing Bulan, Air Batu dan di Talang Akar.
Selama melaksanakan tugas  Abukosim dan pasukannya beberapa kali terjadi perdebatan, bahkan selama pencarian sempat terjadi kontak senjata. Tetapi setelah diberi penjelasan dan sama-sama saling menghargai tugas, akhirnya ketegangan itu dapat direda. Selama menjalankan tugas Abukosim dan pasukannya berhasil menyita beberapa senjata api dan granat buatan Jepang yang disalahgunakan ole para pemuda bersenjata, dan senjata-senjata tersebut diserahkan langsung ke Dr. A.K Gani.
 Memang pada waktu itu,  masa berakhirnya  pendudukan Jepang di Indonesia,  secara hukum Jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia, mereka hanya menunggu kedatangan tentara sekutu untuk menyerahkan kekuasaannya. Oleh karena itu, para pemuda atau satuan bersenjata di daerah terkadang mengalami euforia atau  perasaan gembira yang berlebihan setelah hidup bertahun-tahun dibawah bayang-bayang penjajahan, baik dari penjajahan kolonial Belanda maupun penjajahan Jepang. Dan setelah masuk dalam kondisi awal revolusi fisik ini mereka berbuat semaunya, seperti melakukan pencurian bahkan melakukan pemerkosaan. Apalagi beberapa senjata milik tentara Jepang telah mereka rebut secara paksa.

Peluncutan Senjata Tentara Jepang
 
 Kondisi kota Palembang dirasakan kurang begitu aman, tanda-tanda akan terjadinya insiden berdarah semakin dirasakan oleh semua TKR dan pemuda pejuang di kota Palembang.  Sementara senjata yang dimiliki sangat terbatas. Oleh sebab itu  TKR   melakukan pertemuan tertutup, dengan isi pembicaran mengenai keterbatasan senjata yang dimilik anggota TKR. Lalu disepakati untuk segera melakukan patroli ke jala-jalan dengan sasaran mencari dan mengambil senjata yang dimiliki tentara Jepang, dan pengambilan senjata secara paksa dapat dilakukan apabila tindakan diplomasi tidak membuahkan hasil. 
Dari kesatuan TRK yang melakukan patroli diantaranya, Mayor Dani Effendi    bersama anggotanya, dan dari Polisi Tentara yaitu Lettu R. Winarto, Letda M. Amin, dan Letnan Kasmadi masing-masing membawa delapan anggota, dengan tempat yang berbeda.
Sementara rombongan Abukosim bersama 8 anggotanya dari Divisi Polisi Tentara, diantaranya Sersan M Toyib, Sersan Arsi, Sersan Saleh Hasan, Kopral Sahuddin, Kopral Muhtar, Kopral M Yasin, dan Kopral Tugu Amir patroli di sepanjang jalan Sekanak. Ketika melintas di jalan itu Abukosim dan anggotanya berpapasan dengan tentara Jepang, kemudian semua tentara Jepang diperintahkan berhenti, dengan senjata siap menembak. lalu Abukosim menjelaskan bahwa keadaan Indonesia sekarang sudah merdeka, dan tentara Jepang diminta untuk menyerahkan senjatanya masing-masing. Beruntung pada saat itu kelima Tentara Jepang tidak melakukan perlawanan, sehingga kejadian itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Patroli beberapa kali dilakukan dibeberapa tempat sudah menghasilkan puluhan senjata api, dan pada hari berikutnya Abukosim dan anggotanya bergerak menuju gudang mesin pesawat terbang di Talang Betutu, ditempat gudang Itu anggota Divisi Polisi Tentara menemukan beberapa senjata, bahkan ditemukan satu pedang samurai dan tiga peti berisi peluru. Tentara Jepang yang kebetulan bertugas menjaga gudang senjata tersebut sempat melakukan perlawanan tetapi karena saat itu salah satu anggota Polisi Tentara lebih cepat bertindak akhirnya tentara Jepang langsung menyerah dan menunjukan tempat dimana senjata api di simpan.
Dari hasil operasi yang dilaksanakan oleh anggota Divisi Polisi Tentara yang dipimpin oleh Abukosim lalu dilaporkan kepada Kolonel Hasan Kasim dan Lettu R. Winarto. Dan hasil patroli itu pun dilaporkan juga kepada Mayor Asnawi Mangkualam, tanpa diduga Abukosim bersama anggotanya mendapat hadiah beberap stel pakayan dan menerima sejumlah uang dari Mayor Asnawi Mangkualam.
   Perampasan dan pengambilan senjata tentara Jepang merupakan target operasi TKR, itulah yang terbaik dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi yang terasa semakin menguatirkan tanah air Indonesia, sementara pasukan Sekutu diberitakan sudah  mendarat di kota Palembang.  Sekalipun kedatangan tentara Sekutu membawa kabar baik untuk meluncuti dan mengembalikan tentara Jepang ke negeri asalnya, namun yang dicemaskan kedatangan mereka tak lebih untuk menguasai tanah air Indonesia, inilah yang selalu melintas dipikiran rakyat Indonesia.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar