Biografi Singkat :
Kapten (Purn) TNI – AD Abukosim
Djayadiningrat
Dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Abukosim Djayadingrat, dilahirkan di desa Gunung Batu
Kecamatan Cempaka OKUT pada tanggal 27 April 1927, Abukosim
salah satu pejuang kemerdekaan bangsa ini. Ketika pasukan Belanda memulai aksi brutalnya, Abukosim
berani mempertaruhkan dirinya dalam mempertahankan kedaulatan negara. Perang
demi perang Ia lalui, mulai perang 5
hari 5 malam di Palembang, Perang Kemerdekaan I dan Perang Kemerdekaan II,
sampai pengalaman yang mencekam selama bergrilya bersama pasukan resimen 44 dan
batalyon “X” Subkoss.
Menjadi Prajurit Gyugun
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Abukosim mendaftarkan diri sebagai prajurit Gyugun.
Sekalipun hanya bermodalkan lulusan setingkat SMP dan percaya diri Ia
dinyatakan lulus seleksi, dan mengikuti berbagai latihan militer yang dilatih
oleh tentara militer Jepang, mulai dari
latihan dasar baris berbaris sampai latihan teknik tempur.
Berlatih dengan penuh disiplin,
ketahanan fisik diuji, mental dibina agar tetap menjadi prajurit yang tangguh
dan siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
Abukosim Djayadiningrat
mengikuti latihan kemeliteran selama dua bulan di talang betutu dan latihan
lanjutan selama tiga bulan di Karang Endah Prabumuli, setelah selesai mengikuti
latihan kemudian diumumkan hasil penilai dan sekaligus ditetapkan masing-masing
pangkat. Nama nama yang diumumkan menerima
pangkat pada saat itu adalah :
1. Wahab Uzir merima pangkat Sui (Letnan
dua),
2. Zainal Abidin Ning pangkat Sui
(Letnan dua),
3. Rd. Umar Pangkat Pembantu Letnan
(Juik)
4. Effendi pangkat Soco (Sersan Mayor),
5. Sidik Umar pangkat Soco (Sersan
Mayor),
6. H.Yuni pangkat Soco (sersan Mayor),
7. Akip Najuni, Bustomi dan Abukosim menerima pangkat Gunso
(sersan).
(Abukosim Djayadiningrat (berdiri) sedang latihan di lapangan Talang
Betutu Palembang.
Masa pendudukan Jepang di
Indonesia hanya berlangsung 3,5 tahun.
Mengawali tahun 1945 kejayaan Jepang mulai goyah, apalagi beberapa
negara seperti Amerika, Inggris tak henti-hentinya mengancam dan meminta Jepang
segera angkat kaki dari Bumi Asia Timur. Tetapi Jepang tidak memperdulikan
ancaman tersebut, tentu saja Amerika dan pasukan sekutunya marah besar.
Dan terjadilah pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika dan sekutunya menjatuhkan
bom atom di kota Hiroshima, kemudian disusul pada tanggal 9 Agustus 1945 jatuhya bom atom di kota Nagasaki.
Pemerintah Jepang
terpukul dengan peristiwa itu, kekuatan militer Jepang yang disegani oleh
negara-negara dunia sepertinya tak berguna, sebab serangan bom atom ternyata
lebih dasyat dari serangan pasukan militer Jepang. Berapa ratus ribu korban
berjatuhan, berapa kerugian yang di derita bangsa Jepang oleh peristiwa itu.
Sepertinya Jepang tak ada pilihan lain,
selain menyatakan menyerah tanpa
syarat kepada tentara Sekutu.
Setelah Jepang meyerah
tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, secara hukum Jepang
tidak lagi berkuasa di Indonesia. Dan Indonesia berada dalam kondisi tidak ada
pemerintah berkuasa, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama rakyat
Indonesia Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan
Indonesia bertempat di Jalan Pegangsaan
Timur Jakarta Pusat. Sejak dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Soekarno dan M. Hatta, sikap tentara
Jepang masih saja seperti biasanya,
bahkan mencoba menutup-nutupinya, tetapi rakyat Indonesia sebagian sudah
mendengar lewat siaran radio tentang dikumandangkannya kemerdekaan Indonsia. Sementara prajurit Gyugun
yang tinggal di asrama talang Betutu sama sekali belum mendapatkan kabar bahwa
Proklamasi sudah dikumandangkan, tetapi keesok harinya, tanpa diduga
sebelumnya, semua prajurit Gyugun yang ada di asrama mendadak diperintahkan tentara Jepang berkumpul,
lalu semua disuruh naik mobil truk, dan dibawalah menuju ke arah masjid Agung.
Setelah sampai semuanya dikumpulkan,
saat itu juga diberitau bahwa mulai saat itu prajurit Gyugun
dibubarkan. Dan semuanya diperintahkan
pulang kembali ke rumah masing-masing. Setelah itu, tentara Jepang tersebut
bergegas meninggalkan semua prajurit Gyugun, tanpa menjelaskan alasan mengapa
Gyugun dibubarkan.
Dan tanpa kami duga
sebelumnya, semua prajurit Gyugun yang ada di
tiba-tiba diperintahkan tentara Jepang berkumpul, lalu semua disuruh
naik mobil truk, dan dibawalah menuju ke arah masjid Agung. Setelah sampai semuanya dikumpulkan, saat itu juga diberitau
bahwa mulai saat itu prajurit Gyugun dinyatakan dibubarkan. Dan
semuanya diperintahkan pulang ke rumah masing-masing. Lalu tentara Jepang
tersebut bergegas meninggalkan semua prajurit Gyugun, tanpa menjelaskan alasan
mengapa Gyugun dibubarkan.
Setelah Gyugun dinyatakan
dibubarkan, Abukosim dan kawan-kawan duduk dipinggir jalan membelakangi mesjid
Agung, serentak kaget melihat beberapa rombongan pemuda-pemudi berjalan sambil
terdengar bersorak-sorak penuh gembira, dan sekali-sekali mereka serentak
berteriak-teriak,
“ Meedekaa ...! “
“ Hidup Indonesiaaaaaa....!.”.
Rombangan pemuda-pemudi yang berjalan sambil
berteriak penuh gembira dan berhenti
disimpang empat jalan dekat Mesjid Agung,
sehingga membuat suasana disekitar tempat itu jadi bertambah ramai dan
riuh, satu persatu penghuni rumah disekitar mesjid agung keluar. Tanpa buang
waktu Abukosim bertanya dengan salah satu rombongan itu, kebetulan belaiu adalah Pak Nungcik, guru
bahasa Inggris dan salah seorang pemuda yang
namanya sudah tak asing lagi di kota Palembang. Dari keterangan Pak
Nungcik bahwa Indonesia sudah merdeka. Mendengar jawaban itu, Abukosim setengah
kaget tetapi Ia langsung mencoba mencari tau dengan orang lain, setelah mendapat keterangan yang jelas akhirnya Abukosim dan
kawan-kawannya bersalaman segera turut
bergabung dengan rombangan Pak Nuncik.
Beberapa minggu kemudian
Abukosim dan kawan-kawannya bekas prajurit Gyugun ikut bergabung di organisasi
barisan Badan Keamana Rakyat atau disingkat BKR, yang dibentuk tak lain untuk melakukan tugas-tugas sosial. Tetapi bergabung di BKR tidak begitu lama,
karena BKR dirubah menjadi Tentara Keamana Rakyat atau disingkat TKR.
Pada tanggal 5 Oktober
1945 dibentuklah tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamana Rakyat.
Pembentukan TKR tak lain melengkapi
persyaratan berdirinya suatu negara.
Sebab tiap negara yang ingin
sebagai negara dalam arti kata yang sesungguhnya harus memiliki tentara
demi ketertiban dan keamanan negara itu sendiri.
Abukosim Djayadiningrat telah melewati perjalanan panjang di dalam karir
militernya, dan Ia resmi menjadi anggota TKR ( kini TNI ) pada tanggal 5
Oktober 1945 dan dimulai pangkat Sersan Mayor. Pangkat Sersan Mayor
diberikan kepada Abukosim berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman menjadi
prajurit Gyugun.
Setelah terbentuknya TKR lalu lahirlah Divisi Polisi Tentara, dibentuknya Divisi Polisi Tentara dikarenakan belum tersedianya peraturan hukum yang mengaendalikan para anggota Tentara Keamana Rakyat dan laskar bersenjata di tanah air. Selain itu para pejuang bersenjata dalam tugsnya tidak mengenal ikatan komando pusat, sehingga pengaturan kelompok-kelompok pejuang bersenjata tersebut menjadi sukar diatur. Oleh karena itu, pimpinan tertinggi TKR, memerintahkan agar tiap-tiap daerah dibentuk Polisi Tentara yang bertugas menyelidiki, mengusut perkara-perkara dimuka pengadilan Tentara. Divisi Polisi Tentara secara resmi dibentuk Pada tanggal 8 Desember 1945 yang diberi nama Divisi gajah Mada, dan tanggal 8 Desember inilah setiap tahun dijadikan sebagai HUT Polisi Militer.
Setelah terbentuknya TKR lalu lahirlah Divisi Polisi Tentara, dibentuknya Divisi Polisi Tentara dikarenakan belum tersedianya peraturan hukum yang mengaendalikan para anggota Tentara Keamana Rakyat dan laskar bersenjata di tanah air. Selain itu para pejuang bersenjata dalam tugsnya tidak mengenal ikatan komando pusat, sehingga pengaturan kelompok-kelompok pejuang bersenjata tersebut menjadi sukar diatur. Oleh karena itu, pimpinan tertinggi TKR, memerintahkan agar tiap-tiap daerah dibentuk Polisi Tentara yang bertugas menyelidiki, mengusut perkara-perkara dimuka pengadilan Tentara. Divisi Polisi Tentara secara resmi dibentuk Pada tanggal 8 Desember 1945 yang diberi nama Divisi gajah Mada, dan tanggal 8 Desember inilah setiap tahun dijadikan sebagai HUT Polisi Militer.
Dengan terbentuknya Polisi Tentara, dua bulan setelah bertugas di
kesatuan TKR Abukosim dipindah-tugaskan oleh Kolonel Hasan Kasim ke Divisi
Polisi Tentara, dan di tetapkan sebagaai komandan seksi. Sementara yang
bertanggung jawab dengan tugas sehari hari adalah Lettu R. Winarto, beliau
merupakan komandan Polisi Tentara Resimen I Divisi II. Sejak di tugaskan di divisi Polisi
Tentara, perintah tugas
pertama yang dilaksanakan Abukosim
adalah tugas Penegakan disiplin bagi TKR dan laskar pejuang bersenjata, sesuai laporan adanya berita sering
terjadinya penyalahan-guna senjata oleh para pemuda pejuang bersenjata, dan
terjadinya perampokan, pencurian di beberapa tempat bahkan terjadinya
pemerkosaan. Salah satunya yang terjadi
di daerah Pendopo. Berita tersebut sampai juga ke telinga Dr. A.K Gani. Maka Komandan Polisi Tentara Resimen I Divisi
II Lettu R. Winarto menugaskan Abukosim dengan kekuatan 16 anggota Polisi
Tentara berangkat ke daerah Pendopo, tiba di Pendopo Abukosim dan anggotanya
mendapat bantuan dari anggota TKR dari Pendopo yang dipimpin langsung oleh
Letda Santoso, langsung bergerak melakukan pencarian dan pengamanan di beberapa
tempat. Selain di Pendopo, pencarian dan pengamanan juga di daerah Talang Ubi,
Tebing Bulan, Air Batu dan di Talang Akar.
Selama melaksanakan
tugas Abukosim dan pasukannya beberapa kali terjadi perdebatan, bahkan
selama pencarian sempat terjadi kontak senjata. Tetapi setelah diberi
penjelasan dan sama-sama saling menghargai tugas, akhirnya ketegangan itu dapat
direda. Selama menjalankan tugas Abukosim dan pasukannya berhasil menyita
beberapa senjata api dan granat buatan Jepang yang disalahgunakan ole para pemuda
bersenjata, dan senjata-senjata tersebut diserahkan langsung ke Dr. A.K Gani.
Memang pada waktu itu, masa berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia, secara hukum Jepang tidak lagi berkuasa di
Indonesia, mereka hanya menunggu kedatangan tentara sekutu untuk menyerahkan
kekuasaannya. Oleh karena itu, para pemuda atau satuan bersenjata di daerah
terkadang mengalami euforia atau
perasaan gembira yang berlebihan setelah hidup bertahun-tahun dibawah
bayang-bayang penjajahan, baik dari penjajahan kolonial Belanda maupun
penjajahan Jepang. Dan setelah masuk dalam kondisi awal revolusi fisik ini
mereka berbuat semaunya, seperti melakukan pencurian bahkan melakukan
pemerkosaan. Apalagi beberapa senjata milik tentara Jepang telah mereka rebut
secara paksa.
Kondisi kota Palembang dirasakan kurang begitu
aman, tanda-tanda akan terjadinya insiden berdarah semakin dirasakan oleh semua
TKR dan pemuda pejuang di kota Palembang.
Sementara senjata yang dimiliki sangat terbatas. Oleh sebab itu TKR
melakukan pertemuan tertutup, dengan isi pembicaran mengenai
keterbatasan senjata yang dimilik anggota TKR. Lalu disepakati untuk segera
melakukan patroli ke jala-jalan dengan sasaran mencari dan mengambil senjata
yang dimiliki tentara Jepang, dan pengambilan senjata secara paksa dapat
dilakukan apabila tindakan diplomasi tidak membuahkan hasil.
Dari kesatuan TRK yang
melakukan patroli diantaranya, Mayor Dani Effendi bersama anggotanya, dan dari Polisi Tentara
yaitu Lettu R. Winarto, Letda M. Amin, dan Letnan Kasmadi masing-masing membawa
delapan anggota, dengan tempat yang berbeda.
Sementara rombongan
Abukosim bersama 8 anggotanya dari Divisi Polisi Tentara, diantaranya Sersan M
Toyib, Sersan Arsi, Sersan Saleh Hasan, Kopral Sahuddin, Kopral Muhtar, Kopral
M Yasin, dan Kopral Tugu Amir patroli di sepanjang jalan Sekanak. Ketika
melintas di jalan itu Abukosim dan anggotanya berpapasan dengan tentara Jepang,
kemudian semua tentara Jepang diperintahkan berhenti, dengan senjata siap
menembak. lalu Abukosim menjelaskan bahwa keadaan Indonesia sekarang sudah
merdeka, dan tentara Jepang diminta untuk menyerahkan senjatanya masing-masing.
Beruntung pada saat itu kelima Tentara Jepang tidak melakukan perlawanan,
sehingga kejadian itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Patroli beberapa kali
dilakukan dibeberapa tempat sudah menghasilkan puluhan senjata api, dan pada
hari berikutnya Abukosim dan
anggotanya bergerak menuju gudang mesin pesawat terbang di Talang Betutu,
ditempat gudang Itu anggota Divisi Polisi Tentara menemukan beberapa senjata,
bahkan ditemukan satu pedang samurai dan tiga peti berisi peluru. Tentara
Jepang yang kebetulan bertugas menjaga gudang senjata tersebut sempat melakukan
perlawanan tetapi karena saat itu salah satu anggota Polisi Tentara lebih cepat
bertindak akhirnya tentara Jepang langsung menyerah dan menunjukan tempat
dimana senjata api di simpan.
Dari hasil operasi yang
dilaksanakan oleh anggota Divisi Polisi Tentara yang dipimpin oleh Abukosim
lalu dilaporkan kepada Kolonel Hasan Kasim dan Lettu R. Winarto. Dan hasil
patroli itu pun dilaporkan juga kepada Mayor Asnawi Mangkualam, tanpa diduga Abukosim bersama anggotanya mendapat
hadiah beberap stel pakayan dan menerima sejumlah uang dari Mayor Asnawi
Mangkualam.
Perampasan dan pengambilan senjata tentara
Jepang merupakan target operasi TKR, itulah yang terbaik dapat dilakukan dalam
menghadapi kondisi yang terasa semakin menguatirkan tanah air Indonesia,
sementara pasukan Sekutu diberitakan sudah
mendarat di kota Palembang.
Sekalipun kedatangan tentara Sekutu membawa kabar baik untuk meluncuti
dan mengembalikan tentara Jepang ke negeri asalnya, namun yang dicemaskan
kedatangan mereka tak lebih untuk menguasai tanah air Indonesia, inilah yang
selalu melintas dipikiran rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar